Makan Malam Ayam dan Jewawut Teman Sehidup Semati

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Ini adalah salah satu cerpen yang gua ambil dari buku karangan Eidelweis Almira. Menurut gua ini cerita keren, sedih, mengharukan. Judulnya "Makan Malam Ayam dan Jewawut Teman Sehidup Semati".

   Kaisar Ming (58M-75M) dari Dinasti Han tengah merekrut orang pintar untuk mengabdi kepadanya.
Zhang Shao seorang cendekiawan lokal, anak petani dari Nancheng, Ruzhou pun tertarik. Ia yang berusia 35 tahun itu belum menikah dan berpamitan kepada ibu dan adiknya, Zhang Qin untuk mengikuti ujian. Dengan menggendong tas berisi buku, ia menuju Luoyang, Ibu Kota Timur yang memakan waktu beberapa hari.
   Setelah menempuh sebagian besar perjalanannya, ia menginap untuk bermalam. Sepanjang malam ia mendengar teriakan yang tak henti dari kamar sebelah.
   Setelah bertanya kepada pelayan, tahulah bahwa yang membuat kegaduhan itu adalah seorang cendekiawan lokal yang tengah sekarat karena suatu penyakit yang sedang terjangkit di situ.
   Meski sudah dilarang oleh pelayan, karena khawatir ketularan, Zhang Shao yang merasa sesama cendekiawan, tetap memaksa mengunjungi, "Hidup dan mati adalah takdir. Bagaimana mungkin penyakit dapat menular?" pikirnya.
   Setelah masuk ke kamarnya, terlihat seorang lelaki kurus berwajah pucat berbaring di atas ranjang tanah merintih minta tolong.
   Shao melihat tas berisi buku, menandakan kalau lelaki itu peserta ujian pula. Lelaki itu berkata, "Jika kau dapat menolongku hingga sembuh, aku akan membalas kebaikanmu".
   Shao memanggil tabib yang kemudian memberikan obat-obatan. Ia sendiri melayani keperluan si pasien, memberikan obat dan bubur.
   Beberapa hari kemudian kondisinya semakin membaik dan bisa berdiri serta berjalan. Lelaki itu bernama Fan Shi mempunyai nama kehormatan Juqing, berusia 40 tahun, telah berkeluarga dan beranak satu berasal dari Shanyang di Chuzhou.
   Ia yang berasal dari keluarga pedagang ingin mengikuti ujian dan meninggalkan kehidupan pedagang. Namun setelah Fan Shi benar-benar sembuh, ujian sudah selesai. Fan Shi berkata, "Sakitku membuatmu tertunda dalam mengejar karir, ini membuatku merasa bersalah".
   Shao menyahut, "Lelaki sejati menghargai persahabatan dan kesetiaan di atas segalanya. Kemashuran dan keberuntungan terlalu remeh dibandingkan keduanya.Karena semua itu urusan takdir, bagaimana mungkin kau mengatakan diriku tertunda dari mengejar karir?".
   Sejak itu kedua lelaki itu bersahabat erat dan mengambil sumpah sebagai saudara. Zhang Shao menghormati Fan Shi yang lebih tua sebagai kakak.
   Mereka terus bersama siang dan malam dan tak disadari setangah tahun telah berlalu. Mereka berkeinginan pulang dan terpaksa berpisah. Pada saat itu bertepatan dengan hari Festival Ganda Sembilan (jatuh tanggal bulan 9) yang biasa dirayakan penduduk.
   Fan Shi berkata, "Karena orangtuaku meninggal sejak aku masih kecil, aku terpaksa menjalani hidup sebagai pedagang. Betapapun kerasnya aku mempelajari sastra klasik, aku selalu saja terhambat oleh anak dan istriku. Adikku yang baik, kau beruntung karena ibumu masih bersamamu. Karena ibumu juga merupakan ibuku, aku akan berkunjung ke rumahmu tahun depan, untuk menyampaikan hormatku kepada beliau sebagai satu keluarga".
   "Tetapi rumah kami di desa sederhana, sulit menyediakan apa-apa untukmu" kata Zhang Shao "Namun karena niat baikmu itu, aku akan menyediakan ayam dan nasi jewawut untukmu. Jangan mengecewakanku".
   Setelahnya mereka berpisah dan setibanya dirumah, Zhang Shao menceritakan kepada ibu dan adiknya. Shao meneruskan mempelajari sastra klasik.
   Setahun telah berlalu dan Festival Ganda Sembilan pun tiba. Pagi-pagi semua keluarga bersih-bersih ruangan, jambangan diisi bunga seruni dan tak lupa menyalakan dupa di atas meja. Zhang Shao memanggil adiknya untuk membantu memotong ayam dan menyiapkan jamuan untuk Fan Shi.
   Kata ibu Zhang Shao, "Shangyang berjarak 1000 li (1 li = kira-kira 1/3 mil) dari sini, Juqing tak akan tiba tepat waktu, masih belum terlambat memotong ayam setelah kedatangannya."
   Juqing lelaki tepat janji. "Ia pasti akan di sini hari ini untuk memenuhi janji 'ayam dan jewawut'. Jika jamuan baru disiapkan pada waktu ia melangkah masuk, ia akan tahu bahwa aku menunggu kedatangannya terlebih dahulu. Kesungguhanku akan berkurang di matanya."
   Hari itu cuaca tak berawan. Shao merapikan pakaian dan topinya serta berdiri di pintu perkebunan menanti sahabatnya.
   Pagi, siang, hingga matahari terbenam berlalu tanpa tamu. Namun, Shao mondar-mandir tetap menanti. Disuruh pulang dan beristirahat, namun Shao menolak dan tetap yakin sahabatnya akan datang.
   Sementara semua orang sudah beristirahat pada malam hari, Shao tetap bersandar menanti di pintu rumah. Setiap kali mendengar desir di pohon dan rerumputan, ia terkejut dan berpikir, "Mungkinkah itu dia?"
   Namun yang terlihat hanyalah langit kelam. Menjelang jam 3 pagi, cahaya bulan memudar. Dalam kegelapan malam samar-samar terlihat sosok manusia mendekat. Dan memang itu adalah Juqing (Fan Shi).
   Shao mempersilahkan Fan Shi masuk ke ruang utama sambil berkata, "Aku sengaja menyediakan tempat kehormatan ini untukmu. Kau tentu lelah. Sebelum bertemu ibuku, silahkan menikmati arak buatan sendiri, ayam yang kubesarkan sendiri, dan jewawut untuk mengisi perut."
   Dalam kegelapan malam, Fan mengibaskan aroma hidangan ke dalam hidung, tanpa menyentuh makanan dan arak tersebut. Shao mengira mungkin ingin bertemu ibu dan adiknya terlebih dahulu, namun Fan mencegahnya saat Shao akan memanggil keluarganya, Fan berkata, "Tolong mundur saudaraku. Aku akan menceritakan semuanya. Aku bukanlah manusia, melainkan hantu dari alam baka."
   Shao terperanjat. Selanjutnya Fan menceritakan jika karena kesibukannya berdagang, ia baru tahu tadi pagi hari Festival Ganda Sembilan dan baru teringat janjinya.
   Jarak 1000 li tak mungkin ditempuh dalam satu hari, maka Fan sangat menyesal dan teringat kata-kata orang dulu: "Manusia tak dapat pergi sejauh seribu li, tetapi hantu sanggup mencapainya dalam satu hari."
   Ia ingin menjadi hantu dengan memotong lehernya dan berpesan kepada istrinya agar jangan menguburkan sebelum sahabatnya Zhang mengunjungi jasadnya. Fan minta maaf atas keterlambatannya dan setalah itu pergi menghilang.
   Seakan kesurupan, Zhang meratap keras penuh kesedihan, mengejutkan ibu dan adiknya yang bergegas keluar. Mereka mendapati Zhang terbaring di atas tanah tak sadarkan diri. Setelah siuman Zhang menceritakan apa yang terjadi.
   Meski ibu dan adiknya tak percaya, Zhang ingin segera mengunjungi sahabatnya dan berpesan kepada adiknya yang sudah dewasa itu untuk menjaga ibunya.
   Sepanjang jalan ia tak memikirkan makan dan minum meski lapar dan haus, ia menangis dalam tidurnya, yang diingatnya hanya Juqing.
   Beberapa hari sampailah ke rumah Juqing di Shanyang. Namun rumahnya terkunci. Kata tetangganya, Juqing telah meninggal 14 hari yang lalu, sekarang istrinya telah pergi dengan peti matinya untuk upacara penguburan di luar tembok kota. Para pelayat belum kembali.
   Zhang menyusul ke kuburan dan berjumpa dengan istri Fan yang sedang bersedih. Istri Fan bercerita bahwa semua orang ingin menguburkan peti mati itu, namun peti tak bisa bergerak, sehingga menjadi tontonan orang-orang yang takjub atas keanehan itu.
   Setelah membuka peti mati dan melihat sahabatnya, Zhang meratap sedih, menoleh kepada janda Fan dan berkata, "Kakakku meninggal demi diriku. Bagaimana mungkin aku hidup tanpa dirinya? Dalam tasku ada cukup uang untuk membeli sebuah peti mati. Kakak ipar, jika kasihan dan dapat menguburkan diriku di sisinya, itu akan merupakan berkah yang besar dalam hidupku."
   Selanjutnya Zhang mencabut pedang dan memotong tenggorokannya sendiri. Semua yang menyaksikan kaget. Kedua mayat dikuburkan dalam satu liang. Kabar kematian itupun sampai kepada kaisar. Terkesan akan kesetiaan antara dua sahabat itu, Kaisar Ming menganugerahkan gelar anumerta untuk memberikan inspirasi kepada enerasi berikut, meski mereka tak pernah lulus dalam ujian semasa hidupnya. Di depan "Pusara Kesetiaan" dibangun kuil bernama Kuil Kesetiaan.

Dari cerita di atas kita bisa ambil banyak banget palajaran berharga. Tentang kesetiaan, pengorbanan, persaudaraan, dan arti penting sebuah persahabatan. Seorang Juqing (Fan Shi) mengorbankan nyawanya hanya untuk menepati janjinya kepada sahabatnya. Dan seorang Zhang Shao ikut mengorbankan nyawanya karna tidak bisa hidup tanpa sahabatnya. Betapa kuatnya rasa persaudaraan dan persahabatan di antara meraka berdua. Zaman sekarang jarang sekali ada sebuah hubungan persahabatan yang seperti itu. Ya kita ga harus juga ngikutin mereka, sampe bunuh diri gitu, dilarang sama agama, tapi kita ikutin baiknya. Janji, semua orang mudah ngomong janji, tapi dalam pelaksanaannya? kebanyakan nihil. Tapi bagi Juqing janji yang ia ucapkan wajib dilaksanakan, pantang mengkhianati janji. Walaupun dengan mengorbankan nyawanya, dia rela, hanya agar sahabatnya tidak kecewa. So sweet.. :D  

Persahabatan itu sebuah hubungan batin yang kuat diantara 2 orang atau lebih. Mereka saling memiliki, mengerti satu sama lain :). Kalo kata Patrick, "TEMAN ITU KEKUATAN" :D.    

Pesan sang penulis: "Kesetiaan dan kehormatan bagi persahabatan sejati memerlukan pengorbanan besar untuk sebuah amanah yang tak boleh diingkari"

Semoga bermanfaat, dan silahkan diambil baiknya, buang buruknya. :)

Terima kasih sudah membaca. :)
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Komentar